Rangkuman Akuntansi Keperilakuan BAB 10 Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran
BAB 10
Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran
A. Pengertian
Anggaran
Anggaran merupakan
suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif, yang diukur dalam
satuan moneter standar dan satuan lain yang mencakup jangka waktu satu tahun
(Mulyadi, 1993).
Unsur-unsur utama dalam anggaran:
1)
Keseluruhan Rencana, merupakan penentuan kegiatan yang dilakukan pada waktu
yang akan datang.
2)
Kegiatan Perusahaan, meliputi seluruh kegiatan yang akan dilakukan oleh semua
bagian-bagian dalam perusahaan.
3)
Dinyatakan dalam angka, adalah unit yang dapat digunakan pada
semua kegiatan perusahaan yang bermacam-macam.
4)
Periode tertentu, adalah keseluruhan mengenai apa-apa saja yang akan terjadi
pada masa yang akan datang.
B. Manfaat Perencanaan Laba dan Anggaran
Anggaran
yang disusun oleh suatu perusahaan harus
disesuaikan dengan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan target
perusahaan. Anggaran harus menggambarkan/merefleksikan adanya beban tambahan
yang diperlukan usaha yang dilakukan (dalam bentuk iklan dan promosi atau
pemasaran) untuk memacu/mendorong penjualan dan meningkatkan image perusahaan termasuk estimasi biaya upah dan gaji untuk mendukung
tenaga penjualan yang lebih besar dan memberikan struktur komisi yang lebih
menarik dengan harapan dapat lebih memotivasi usaha-usaha penjualan. Selanjutnya
dalam anggaran hendaknya terkandung estimasi cash flow yang berkaitan
dengan waktu pengumpulan kas dari pelanggan, pembayaran kas ke supplier, dan
mengantisipasi peningkatan beban rupa-rupa. Dengan kata lain anggaran tersebut
harus dibuat secara rinci mengenai bagaimana suatu perusahaan diharapkan
beroperasi.
Anggaran
memiliki beberapa manfaat pokok, yaitu:
1) Sebagai
pedoman kerja. Anggaran berfungsi
sebagai pedoman kerja dan memberikan arah serta target-target yang harus
dicapai oleh kegiatan-kegiatan perusahaan pada waktu yang akan datang.
2) Sebagai alat
koordinasi kerja.
Dengan adanya anggaran semua bagian-bagian yang terdapat di dalam perusahan
dapat saling menunjang dan bekerja sama dengan baik, untuk menuju pada sasaran
atau tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
3) Sebagai alat
pengawasan atau pengendalian.
Anggaran berfungsi sebagai tolok ukur (alat pembanding) untuk menilai dan
mengevaluasi realisasi kegiatan perusahaan pada masa yang akan datang.
C. Prosedur Penyusunan Anggaran
Ada tiga tahapan besar
dalam proses penyusunan budget :
1) penyusunan
tujuan perusahaan
Tujuan petrusahaan
yang telah ditetapkan, selanjutnya dirinci lebih lanjut ke dalam sasaran (goal)
dan dibebankan pencapaiannya kepada manajer tertentu dalam proses penyusunan
anggaran. Sasaran merupakan target tertentu yang diarahkan untuk mencapai
tujuan. Penyusunan anggaran pada hakekatnya merupakan goal setting process dan
sekaligus merupakan role setting process. Untuk dapat memerankan
pencapaian sasaran yang ditetapkan dalam penyusunan anggaran, manajer diberi
tanggungjawab menentukan sumber daya yang diperlukan.
2) implementasi
Tahap
Implementasi merupakan tahap berikutnya setelah tahap penetapan tujuan. Setelah
tujuan ditetapkan dan manajer yang harus bertanggungjawab atas pencapaian
sasaran tersebut sudah ditunjuk, manajer tersebut diberi alokasi sumber daya.
Selanjutnya komisi anggaran menyusun anggaran secara komprehensif untuk
disahkan oleh direksi dan pemegang saham. Anggaran untuk selanjutnya
diimplementasikan dan berfungsi sebagai blueprint berbagai tindakan yang
akan dilaksanakan selam satu tahun anggaran. Dalam tahap implementasi ini,
manajer bertanggungjawab untuk mengkomunikasikan anggaran yang telah disahkan
tersebut kepada manajer tingkat menengah dan bawah.
Hal ini dimaksudkan agar manajer
menengah dan bawah tahu dan bersedia dengan penuh kesadaran untuk mencapai standar
yang sudah ditetapkan dalam anggaran. Dalam tahap implementasi ini, juga
diperlukan kerjasama dan koordinasi agar anggaran dapat diimplementasikan
dengan baik.
3) pengendalian
dan evaluasi kinerja
Dalam
tahap ini, kinerja yang sesungguhnya dibandingkan dengan standar yang sudah
tercantum dalam anggaran. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bagian
organisasi yang mempunyai kinerja dibawah standar dan untuk mengambil tindakan
koreksi bagi bagian tersebut.
Untuk
mengembangkan suatu anggaran atau perencanaan laba ada beberapa langkah-langkah
penting yang harus dilakukan, yaitu :
1)
Top
manajemen harus memutuskan apa yang menjadi tujuan jangka pendek perusahaan dan
strategi-strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan
dibutuhkan sebagai pedoman agar hasil-hasilnya dapat dicapai sedangkan strategi
merupakan alat untuk mencapai tujuan tersebut.
2)
Sasaran
harus disusun dan sumberdaya-sumberdaya harus dialokasikan. Sasaran merupakan
kuantifikasi jangka pendek dari tujuan, sebagai contoh tujuan suatu perusahaan
adalah dapat meraih pangsa pasar yang lebih luas, strateginya dengan melakukan
promosi dan iklan di berbagai media cetak dan elektronik, sedangkan sasarannya
yaitu meningkatkan penjualan sebesar 10% pada tahun berjalan.
3)
Suatu
anggaran yang menyeluruh atau perencanaan laba harus disiapkan, disetujui oleh
top manajemen, dan dikomunikasikan kepada supervisor dan para karyawan yang
terkait
4)
Profit planning
dan Comprehensive Budget digunakan untuk mengontrol biaya dan
menunjukkan permasalahan-permasalahan organisasi dengan cara membandingkan
secara periodik hasil aktual dengan yang
apa telah dianggarkan.
D. Berbagai Fungsi dari Perencanaan Laba
dan Anggaran
Ada beberapa fungsi anggaran yang perlu kita ketahui.Yaitu :
1. Anggaran merupakan hasil akhir dari proses perencanaan perusahaan sebagai hasil
negosiasi antar
anggota organisasi yang dominan dan mencerminkan konsensus
organisasional mengenai
tujuan operasi untuk
masa depan.
2. Anggaran merupakan cetak
biru perusahaan untuk bertindak
yang mencerminkan prioritas
manajemen dalam alokasi sumber daya organisasi yang menunjukkan
bagaimana subunit organisasi
bekerja untuk mencapai tujuan perusahaan secara
keseluruhan.
3. Anggaran sebagai alat komunikasi internal yang menghubungkan beragam departemen atau divisi organisasi antara
yang satu dengan yang lainnya dan dengan manajemen puncak.
4. Anggaran dapat digunakan sebagai
pembanding standar
terhadap hasil operasi
aktual.
5. Anggaran berfungsi
sebagai alat pengendalian yang memungkinkan manajemen untuk menemukan bidang-bidang yang menjadi kekuatan atau kelemahan
perusahaan.
6. Anggaran mencoba untuk mempengaruhi
dan memotivasi
baik
manajer maupun
karyawan untuk
terus bertindak
dengan cara yang konsisten dengan operasi
yang efektif dan efisien serta selaras dengan tujuan organisasi.
Anggaran telah menjadi
alat
manajemen yang diterima untuk merencanakan dan mengendalikan aktivitas organisasi. Anggaran ditetapkan dengan berbagai tingkatan kerumitan dan keberhasilan oleh kebanyakan organisasi
bisnis dan nirlaba.
E. Pandangan Perilaku terhadap Proses
Penyusunan Anggaran
Ada tiga tahapan utama dalam proses penyusunan anggaran, yaitu :
1. Tahap Penetapan Tujuan
Aktivitas
perencanaan dimulai dengan menerjemahkan tujuan organisasi yang luas ke dalam tujuan-tujuan aktivitas
yang khusus. Untuk menyusun rencana yang realistis dan
menciptakan anggaran yang praktis, interaksi yang ekstensif diperlukan antara manajer lini dan manajer staf organisasi.
Kontroler dan direktur
perencanaan memainkan peranan
kunci dalam proses manusia dari penyusunan anggaran ini. Jika sesuai
baik dengan struktur organisasi
maupun gaya kepemimpinan, maka manajer
tingkat bawah dan para karyawan sebaiknya diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses penetapan tujuan karena dengan demikian mereka akan lebih mungkin menerima tujuan yang turut mereka
formulasikan.
Penjelasan tersebut di atas menunjukkan bahwa konsep utama perilaku yang
berpengaruh terhadap tahapan penetapan tujuan adalah proses perencanaan meliputi pertisipasi,
kesesuaian tujuan, dan komitmen.
2. Tahap Implementasi
Pada tahap ini,
rencana formal
tesebut digunakan untuk mengomunikasikan tujuan dan strategi
organisasi, serta untuk memotivasi
orang secara positif dalam organisasi.
Hal ini dapat dicapai dengan meyediakan target kinerja terinci bagi
mereka yang
bertanggungjawab untuk mengambil tindakan. Agar rencana tersebut berhasil, maka rencana itu harus dikomunikasikan secara efektif.
Kesalahpahaman sebaiknya dideteksi dan diselesaikan dengan segera. Hanya setelah itu baru rencana formal memungkinkan akan menerima kerja sama penuh dari berbagai
kelompok yang ingin dimotiasi
olehnya. Konsep ilmu keperilakuan utama yang memengaruhi tahap implementasi, adalah komunikasi,
kerja sama, dan koordinasi.
3. Tahap Pengendalian
dan Evaluasi Kinerja.
Setelah anggaran diimplementasikan, maka anggaran tersebut berfungsi
sebagai elemen kunci dalam system pengendalian. Anggaran menjadi
tolok ukur terhadap mana
kinerja actual
dibandingkan dan berfungsi
sebagai
suatu dasar untuk melakukan
manajemen berdasarkan pengecualian. Sebaiknya dijelaskan bahwa manajemen berdasarkan
pengecualian tidak menganggap bahwa hanya varians yang tidak
menguntungkan saja
yang perlu diinvestigasi.
Malah sebaiknya, manajemen memerhatikan varians yang tidak
menguntungkan terlebih dahulu. Varians
yang menguntungkan dan kinerja di atas standar akan mengindikasikan bagaimana masa depan akan memperoleh manfaat dari transfer
pengetahuan dan teknologi ke operasi
yang serupa. Atau, varians yang menguntungkan dapat mengindikasikan kebutuhan akan
penyusunan
anggaran.
Varians yang tidak menguntungkan dan kinerja di
bawah
standar sebaknya memicu tindakan korektif guna menghindari pengulangan yang berbiaya
mahal. Kebijakan, sikap, dan tindakan manajemen dalam evaluasi kinerja dan tindak
lanjut atas varians memiliki barbagai
konsekuensi
keperilakuan, yang, jika tidak dipahami dan dikendalikan, dapat meniadakan keberhasilan dari seluruh proses perencanaan dan
pengendalian. Beberapa konsekuensi keperilakuan yang muncul meliputi tekanan,
motivasi, aspirasi
dan kegelisahan.
F. Konsekuensi
Disfungsional dan Proses Penyusunan Anggaran
Berbagai fungsi
anggaran seperti penetapan tujuan, pengendalian, dan mekanisme evaluasi kinerja dapat memicu berbagai
konsekuensi disfungsional, seperti
rasa tidak percaya, resistensi, konflik
internal,
dan efek samping lainnya yang tidak diinginkan. Rasa Tidak Percaya Anggaran merupakan suatu sumber tekanan yang dapat menimbulkan rasa tidak percaya, rasa permusuhan, dan mengarah pada kinerja yang menurun. Riset telah menemukan sejumlah besar
rasa tidak percaya terhadap seluruh proses
anggaran
pada tingkat penyelia. Alasannya adalah :
1. Anggaran cenderung untuk
terlalu menyederhanakan atau mendistorsi situasi
“riil” dan gagal untuk memungkinkan dimasukannya variasi dalam faktor-faktor eksternal.
2. Anggaran mencerminkan variabel-variabel kualitatif, seperti
pengetahuan mengenai tenaga kerja, kualitas bahan baku, dan efisiensi mesin, secara
tidak mencukupi.
3. Anggaran hanya mengonfirmasikan apa yang telah
diketahui oleh penyelia.
4. Anggaran sering kali digunakan untuk memanipulasi penyelia sehingga ukuran
kinerja yang diindikasikan dicurigai.
5. Laporan anggaran menekankan pada hasil, bukan pada alasan.
6. Anggaran mengganggu gaya kepemimpinan penyelia.
7. Anggaran cenderung untuk menekan pada kegagalan.
Resistensi
Walaupun anggaran telah digunakan secara
luas
dan manfaatnya sangat didukung, anggaran masih ditolak oleh
banyak partisipan dalam suatu organisasi.
Salah satu
alas an utama untuk hal itu adalah bahwa anggaran menandai
dan membawa perubahan, sehingga merupakan suatu ancaman terhadap status
quo. Literature dalam bidang ilmu social,
manajemen, dan perilaku organisasi
telah
menggambarkan
fenomena dari resistensi karyawan untuk berubah. Banyak
orang menjadi terbiasa dengan cara-cara tertentu untuk melakukan segala sesuatu dan dengan cara-cara
tertentu untuk memangdang kejadian, serta tidak tertarikuntuk berubah. Adalah suatu tantangan bagi
manajemen untuk mengatasi
resistensi untuk berubah ini dan untuk
berhasil memperkenalkan inovasi yang meningkatkan kinerja organisasi.
Alasan lain dari resistensi anggaran adalah bahwa proses anggaran memerlukan
waktu dan perhatian yang besar. Manajer
atau penyelia mungkin merasa terlalu terbebani dengan adanya permintaan yang ekstensif atas waktu mereka dan tanggung jawab
rutin mereka. Oleh karena itu, mereka tidak ingin untuk terlibat dalam proses penyusunan
anggaran.
Akhirnya, banyak manajer dan penyelia kurang memahami seluk-beluk dari
penyusunan anggaran. Mereka sering kali takut untuk mengakuinya atau tidak mau
cukup mempelajari mengenai proses perencanaan dan penyusunan anggaran guna memberikan kontribusi yang berarti.
Konflik Internal
Konflik internal dapat berkembang sebagai akibat dari interaksi
yang diperlukan oleh anggaran antara orang-orang pada berbagai
tingkatan organisasi yang berbeda. Atau
dapat berkembang pula dari akibat dari laporan kinerja yang membandingkan satu
departemen dengan departemen lainnya. Gejala-gejala umum dari konflik adalah ketidakmampuan untuk mencapai kerja sama antarpribadi
dan antarkelompok selama proses
penyusunan anggaran.
Konflik internal menciptakan suatu lingkungan kerja yang kompetitif dan bermusuhan. Konflik dapat menyebabkan orang berfokus pada kebutuhan
departemennya sendiri secara eksklusif daripada kebutuhan dari organisasi secara total. Situasi
ini menyebabkan keselarasan tujuan menjadi
lebih sulit, jika tidak mungkin, untuk dicapai.
Hal tersebut menimbulkan
kebencian kepada manajemen, dan juga kepada anggaran.
Untuk membuat anggaran berhasil, tekanan ditingkatkan ke bawah dan ditolak oleh
manajemen tingkat bawah, sehingga menimbulkan tekanan dan konflik
yang lebih besar. Persaingan antara bawahan mungkin meningkat dan kualitas
kerja menurun. Guna menghilangkan
tekanan, kesalahan akan ditimpakan kepada individu atau kelompok tertentu. Kesemuanya akan mengarah pada konflik
yang lebih besar diantara individu dan organisasi.
Efek Samping Lain yang Tidak Diinginkan
Anggaran barang kali menghasilkan pengaruh lain yang tidak diinginkan. Salah satu dari hal
ini adalah terbentuknya kelompok-kelompok
informal
yang kecil, yang bekerja
menentang tujuan dari anggaran. Kelompok-kelompok karyawan ini biasanya dibentuk
untuk melawan konflik internal dan tekanan yang diciptakan oleh anggaran tersebut. Tujuan mereka adalah untuk mengurangi
ketegangan. Tetapi, tujuan mereka dapat
berlawanan dengan tujuan organisasi,
dan dampak yang tidak
diinginkan dari aktivitas mereka bisa juga berlawanan dengan tujuan yang mereka maksudkan sebelumnya,
yaitu untuk mengurangi ketegangan. Kelompok karyawan ini kadang kala menggeser tanggung jawab ke departemen lain, mempertanyakan validitas
dari
data yang dianggarkan, dan
melakukan lobi untuk menurunkan standar. Situasi semacam ini menimbulkan kesulitan bagi fungsi staf akuntansi
untuk melimpahkan wewenang secara efektif, menciptakan
iklim oganisasi yang penuh ketegangan, dan merusak manfaat dari anggaran.
Anggaran sering kali dipandang sebagai
alat tekanan manajerial.
Oarng-orang
merasakan tekanan ketika manajemen puncak berusaha untuk memperbaiki efisiensi dengan cara memperoleh lebih banyak
output dari tingkat input yang ada (atau lebih rendah). Tekanan yang berlebihan dapat dihubungkan dengan frustasi, emosi yang meningkat, dan penyakit fisik yang ditimbulkan oleh stress. Efek samping lainnya yang tidak diinginkan yang dapat berkembang adalah penekanan yang berlebihan pada kinerja departemental dan kurang menekankan pada kinerja organisasi
secara keseluruhan. Anggaran juga dapat menghambat inisiatif
individual dan inovasi
yang efektif biaya, karena metode bisnis
yang telah
ada dengan
probabilitas keberhasilan yang diketahui lebih dipilih dibandingkan dengan metode baru dengan
peluang keberhasilan yang belum terbukti. Dengan demikian, individu sering kali tidak berani berinovasi.
Untuk membuat anggaran berhasil, karyawan harus dibuat untuk menyadari bahwa fungsi
anggaran sebagai
wahana yang positif untuk operasi organisasi yang mulus.
Daripada memandang anggaran sebagai cara yang mengerikan untuk memeras
keringat karyawan sampai ke titik
penghabisan, orang harus belajar untuk memandang anggaran sebagai
alat untuk menciptakan keselarasan tujuan dan sebagai standar
kinerja yang
dimaksudkan untuk memberikan manfaat kepada seluruh karyawan perusahaan. Manajemen dan tenaga kerja yang berpendidikan kemungkinan besar akan bekerja sama dalam
menyusun anggaran dan rencana laba. Tanpa pendidikan anggaran, kerja
sama semacam itu
mustahil akan terjadi. Tanpa mempedulikan seberapa canggihnya tehnik anggaran, proses
anggaran dapat menjadi pemborosan terhadap dana perusahaan jika
masalah potensial
tidak dibahas
sebelumnya dan diselesaikan.
G. Relevansi Konsep Ilmu Keperilakuan dalam Lingkungan Perencanaan Dampak dari lingkungan
perencanaan
Sebelum konsep ilmu keperilakuan yang memengaruhi
proses perencanaan atau
penyusunan anggaran dapat dibahas dengan berarti, adalah perlu untuk
memperkenalkan faktor-faktor
yang menimbulkan variasi
dalam
lingkungan perencanaan. Lingkungan
perencanaan mengacu pada struktur, proses, dan pola-pola interaksi dalam penetapan
kerja. Hal tersebut kadang kala disebut dengan budaya penerimaan manajemen puncak
terhadap ide-ide baru, prosedur dan perangkat untuk membuat agar
pekerjaan dilakukan,
perasaan identifikasi dengan organisasi, tingkat kohesi dari tenaga kerja, dan seterusnya. Ukuran
dan struktur, gaya kepemimpinan, jenis system pengendalian, dan stabilitas
lingkungan dari suatu
organisasi merupakan beberapa factor yang memengaruhi
lingkungan kerja dimana perencanaan terjadi. Lingkungan kerja atau budaya organisasi
memengaruhi perilaku dan oleh karena itu juga memengaruhi proses perencanaan. Perilaku
manusia bersifat adaptif dan berbeda dari satu tindakan tertentu oleh manajemen puncak dapat
mendorong perilaku dan hasil anggaran yang menguntungkan, sementara tindakan
yang sama di
lingkungan yang berbeda dapat mendorong perilaku yang tidak
diinginkan dan
hasil anggaran yang disfungsional.
Ukuran
dan struktur organisasi
Ukuran dan struktur
dari suatu
organisasi memengaruhi
perilaku manusia dan pola interaksi
dalam
tahap penetapan tujuan, implemetasi, dan pengendalian serta evaluasi terhadap proses perencanaan. Ukuran organisasi
mungkin dipandang sebagai
jumlah karyawan, nilai dollar dari pabrik fisik, volume penjualan, jumlah kantor cabang, atau
ukuran kuantitatif lainnya yang membedakan organisasi.
Struktur organisasi
mengacu pada hubungan formal dan informal
antara paa anggota organisasi. Hal tersebut meliputi
jumlah lapisan wewenang, jumlah kantor atau posisi
pada setiap lapisan, tanggung jawab dari setiap kantor,
dan prosedur
untuk membuat pekerjaan dilakukan.
Di perusahaan-perusahaan kecil, struktur perencanaan dan pengendalian adalah
relative sederhana karena aktivitas organisasi hanya dilaksanakan oleh sedikit orang. Aktivitas dapat dengan mudah dikendalikan dan masalah keselarasan tujuan dapat
dengan cepat dibahas. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan besar harus mengembangkan
struktur birokrasi
yang kompleks untuk
berurusan dengan administrasi dari berbagai fungsi organisasi. Wewenang didelegasikan dan disebarkan dari atas. Pekerjaan dan tugas
karena kebutuhan dibagi menjadi
bidang-bidang tanggung jawab kecil, yang menciptakan
kebutuhan akan koordinasi
yang lebih ketat dan pengendalian formal
di sepanjang garis
penyelia/bawahan. Dalam struktur manajemen birokratis
semacam itu, penyusunan
anggaran yang efektif dianggap lebih sulit karena potensi inefisiensi dalam komunikasi di dalam organisasi,
kurangnya keselarsan
tujuan, dan ketidakmampuan dari banyak orang untuk melihat hubungan antara peran kerja mereka dengan tujuan organisasi secara keseluruhan. Dalam organisasi
birokratis yang besar,
system perencanaan harus didesain untuk
mengurangi
kemampuan yang melekat dari manajer
yang tidak puas untuk
mempraktikkan ketidakpatuhan yang tidak dapat dideteksi. System perencanaan juga harus berusaha
untuk menghilangkan atau mengurangi ketidakselarasan tujuan yang serius. Ukuran dan kompleksitas
dari
beberapa organisasi menimbulkan masalah besar
dalam
perencanaan, implementasi, dan pengendalian. Ukuran organisasi mengacaukan proses anggaran dengan cara-cara
lain. Misalnya, manajer pada berbagai
tingkatan organisasi dapat menyaring informasi
dan meneruskan ke atas
atau ke bawah hanya informasi
yang menguntungkan bagi
mereka. Manajer
atau penyelia dapat melaksanakan hanya bagian tanggung jawab mereka yang konsisten dengan tujuan dan kepentingan mereka
sendiri.
Gaya kepemimpinan
Gaya kepemimpinan juga memengaruhi lingkungan perencanaan organisasi. Teori X dari Mc. Gregor
menjelaskan gaya kepemimpinan yang otoriter
dan
dikendalikan secara ketat, dimana kebutuhan akan efisiensi dan pengendalian mengharuskan pendekatan
manajerial tersebut untuk berurusan dengan bawahannya. Untuk memantau kinerja
bawahan, para pemimpin ini menugaskan staf mereka untuk mengumpulkan informasi yang memungkinkan dilakukannya pengwasan secara
tidak langsung. Filosofi
untuk mendorong perilaku bawahan yang diinginkan adalah : “gaji mereka dengan baik
dan
awasi mereka dengan ketat”.
Teori X mengimplikasikan bahwa anggaran akan disusun oleh manajemen puncak
(kontroler atau direktur perencanaan) dan dikenakan pada manajemen tingkat bawah. Dengan demikian, dalam gaya kepemimpinan otoriter, anggaran dipandang sebagai alat pengendalian manajemen yang didesain untuk memastikan kepatuhan karyawan terhadap harapan dari manajemen puncak.
Gaya kepemimpinan otoriter secara nyata
memfasilitasi
koordinasi
dan pengendalian atas aktivitas, khususnya ketika tanggung jawab atas tugas tersebut tidak
jelas. Gaya kepemimpinan ini
terutama efisien dalam
kasus perbedaan bahasa atau budaya. Tetapi, gaya kepemimpinan ini tidak mendorong partisipasi dan dapat menimbulkan tekanan
anggaran yang berlebihan, kegelisahan, dan rusaknya motivasi.
Teori Y dari Mc. Gregor
dan
gaya kepemimpinan demokratis Likert mendorong tingkat keterlibatan dan partisipasi
karyawan dalam penentuan tujuan dan pengambilan
keputusan. Gaya kepemimpinan demokratis memungkinkan fleksibilitas
dalam
proses
penyusunan anggaran dan memberikan peluang kepada karyawan untuk
terlibat dalam perancangan arah organisasi,
mengekspresikan ide-ide mereka tentang bagaimana perusahaan sebaiknya beroperasi, dan memanfaatkan bakat mereka secara efektif.
Dengan pendekatan partisipatif, dibutuhkan waktu yang lebih banyak untuk menyelesaikan anggaran karena adanya komunikasi
dan negosiasi bolak-balik
antar-departemen.
Tetapi, riset telah mengungkapkan bahwa orang mengidentifikasikan dirinya lebih dekat
dengan anggaran dan melakukan usaha yang lebih besar guna mencapai tujuan yang dinyatakan ketika mereka berpartisipasi
dalam
menetapkan tujuan ini.
Stabilitas
lingkungan organisasi
Factor lainnya yang memengaruhi
lingkungan perencanaan adalah lingkungan
eksternal. Lingkungan tersebut meliputi iklim politik dan ekonomi,
ketersediaan
pasokan, struktur
industri
yang melayani organisasi, hakikat persaingan, dan lain sebagainya.
Lingkungan yang stabil mengenakan resiko
yang terbatas dan memungkinkan proses
penetapan tujuan menjadi demokratis dan partisipatif.
Lingkungan yang berubah dengan cepat menghasilkan situasi yang beresiko
tinggi. Perubahan yang dramatis dalam
tingkat bunga, fluktuasi nilai
tukar mata asing, dan semakin meningkatnya persaingan dari luar
negeri adalah beberapa kasus di
antaranya. Untuk menghadapi perubahan semacam itu,
keputusan harus
dibuat dengan cepat dan tegas. Penyesuaian tujuan dan/ atau strategi
yang sering mungkin diperlukan. Dalam kasus-kasus ini,
gaya kepemimpinan otoriter telah
terbukti
lebih efisien dibandingkan dengan gaya kepemimpinan yang demokratis dan partisipatif.
H. Konsep-konsep Keperilakuan yang Relevan dalam Proses Penyusunan Anggaran
Tahap penetapan tujuan
Selama tahap penetapan tujuan, tujuan umum dari manajemen puncak
diterjemahkan ke dalam
target-target yang pasti dan dapat diukur bagi organisasi serta bagi setiap subunit utama (pusat-pusat pertanggungjawaban). Orang-orang di
dalam
organisasi bertanggungjawab untuk menentukan sasaran dan menetapkan tujuan. Orang-orang dalam organisasi
juga bertanggungjawab atas pencapaian sasaran dan tujuan tersebut. Dengan demikian, fase penetapan tujuan dari perencanaan penuh dengan kekurangan dalam
perilaku.
Keselarasan
tujuan
Masalah utama yang dijumpai dalam tahap penetapan tujuan adalah mencapai suatu
tingkat keselarasan tujuan atau kompatibilitas yang mungkin di antara tujuan-tujuan organisasi, subunit-subunitnya (divisi atau departemen), dan anggota-anggotanya yang
berpartisipasi. Keselarasan tujuan atau kompatibilitas akan terjadi ketika individu memandang bahwa kebutuhan pribadinya dapat dipenuhi dengan mencapai tujuan
organisasi.
Jika tujuan organisasi dipandang sebagai
alat untuk mencapai
tujuan pribadi atau untuk memenuhi kebutuhan pribadi, maka tujuan organisasi akan memotivasi
karyawan untuk
menyelesaikan tindakan yang diinginkan.
Partisipasi
Partisipasi dalam proses penyusunan anggaran diklaim oleh sebagian besar orang sebagai
obat mujarab
untuk memenuhi
kebutuhan akan harga diri dan aktualisasi diri dari para anggota organisasi.
Partisipasi adalah suatu “proses pengambilan keputusan bersama oleh dua bagian atau lebih pihak di mana keputusan tersebut akan memilik
dampak masa depan terhadap mereka yang membuatnya.” Dengan kata lain, pekerja dan manajer tingkat bawah memiliki suara dalam proses manajemen. Ketika diterapkan kepada
perencanaan,partisipasi mengacu pada keterlibatan manajer
tingkat menengah dan bawah dalam pengambilan keputusan yang mengarah pada penentuan tujuan operasional
dan
penetapan sasaran kinerja. Keterlibatan tersebut dapat bervariasi
dari hanya sekedar hadir pada pertemuan-pertemuan anggaran sampai
pada partisipasi
dalam diskusi yang berkaitan dengan kewajaran dari kuota penjualan dan target produksi dan pada hak untuk
melakukan negosiasi dalam menetapkan sasaran dari orang itu sendiri.
Hampir semua studi mengenai partisipasi dalam
proses manajemen menyimpulkan bahwa partisipasi
menguntungkan organisasi. Partisipasi telah menunjukkan dampak
positif terhadap sikap karyawan, meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi,
dan
meningkatkan kerja sama diantara manajer. Namun, Becker
dan
Green menemukan bahwa ketika hal tersebut diterapkan dalam situasi yang salah, partisipasi
dapat menurunkan motivasi dan usaha karyawan untuk mencapai tujuan organisasi.
Banyak studi mengenai pengambilan keputusan secara partisipatif tidak menyetujui suatu format eksklusif yang diinginkan untuk partisipasi
karyawan yang akan bekerja di
semua organisasi.
Terdapat relative sedikit diskusi atau kesepakatan mengenai
kedalaman, lingkup, atau bobot partisipasi. Yaitu, tidak ada pandangan yang seragam
mengenai siapa yang sebaiknya berpartisipasi
(kedalaman),
jenis
keputusan dimana mereka sebaiknya
berpartisipasi
(lingkup), atau tingkat kekuasaan partisipan dalam keputusan akhir
(bobot).
Dalam pengertian yang lebih luas, partisipasi merupakan inti dari proses demokratis dan oleh karena itu tidaklah alamiah jika diterapkan dalam struktur organisasi yang otoriter. Dengan demikian, dalam organisasi besar dan birokratis yang dikelola secara sentral, partisipasi dalam
menentukan tujuan dan menetapkan sasaran akan berdasarkan
definisi terbatas
pada sekelompok eksklusif
puncak. Perusahaan dengan gaya kepemimpinan demokratis
dan/atau organisasi yang terdesentralisasi
memungkinkan partisipasi
manajemen yang lebih besar dalam keputusan penetapan anggaran. Banyak
dari
perusahaan ini mendorong baik manajer tingkat bawah maupun karyawan untuk memberikan kontribusi kepada proses perencanaan. Salah satu alasannya adalah bahwa orang bereaksi
secara berbeda terhadap kemungkinan untuk
berperan dalam
menetapkan standar
kinerja mereka sendiri. Karyawan yang otoriter
dan/atau sangat bergantung dapat merasa terancam
oleh
kemungkinan untuk menjadi bagian dari proses
pengambilan keputusan. Mereka akan merasa lebih
nyaman jika mereka menerima instruksi yang jelas dan tegas
mengenai batas pengeluaran dan standar kinerja.
Di pihak lain, orang dengan independensi
yang kuat dan kebutuhan akan harga
diri akan maju ketika diperbolehkan untuk
berpartisipasi
dalam
memformulasikan sasaran kinerja mereka sendiri. Alasan lain mengapa partisipasi
mungkin tidak
berhasil adalah bahwa tidak ada usaha
serius yang dibuat untuk menjamin partisipasi dan kerja sama dari para manajer
tingkat bawah dan karyawan.
Manfaat
patisipasi
Salah satu manfaat dari partisipasi
yang berhasil adalah bahwa partisipan menjadi terlibat secara
emosi
dan bukan hanya secara tugas dalam pekerjaan mereka. Patisipasi dapat meningkatkan moral
dan mendorong inisiatif yang lebih besar pada semua
tingkatan manajemen. Partisipasi yang berarti juga meningkatkan rasa kesatuan kelompok, yang pada gilirannya cenderung untuk meningkatkan kerja sama antar anggota
kelompok dalam
penetapan tujuan. Tujuan organisasi
yang dibantu penetapannya oleh orang-orang tersebut kemudian akan dipandang sebagai
tujuan yang selaras dengan tujuan pribadi mereka. Proses
ini disebut dengan internalisasi tujuan.
Kurangnya internalisasi tujuan dapat menimbulkan konflik antara
tujuan pribadi
individual
dan
tujuan yang terkait dengan
karyawan. Karena tujuan dan kebutuhan pribadi
biasanya mendominasi tujuan
organisasi, kurangnya internalisasi tujuan dapat dihubungkan dengan penurunan dalam
moral produktivitas. Ketika orang menginternalisasi dan menerima tujuan organisasi, dan ketika terdapat tingkat kesatuan kelompok yang tinggi,
maka persyaratan untuk efisiensi yang maksimal
dalam pencapaian tujuan akan tercapai.
Batasan dan permasalahan partisipasi
Partisipasi dalam penetapan tujuan mempunyai
keterbatasannya tersendiri. Proses
partisipasi memberikan kekuasaan kepada para
manajer untuk menetapkan isi
dari anggaran mereka. Kekuasaan ini bisa digunakan dengan cara yang memiliki konsekuensi
disfungsional bagi organisasi
itu. Sebagai contoh, para manajer
bisa memasukkan
“slack organisasional” ke dalam anggaran mereka. Slack adalah selisih antara sumber daya
yang sebenarnya diperlukan untuk secara
efisien menyelesaikan suatu tugas dan jumlah sumber daya yang lebih besar diperuntukkan bagi tugas
tersebut. Dengan kata lain, slack adalah penggelembungan anggaran. Beberapa orang beragumentasi bahwa sejumlah kecil slack diperlukan karena mengurangi sebagian tekanan dan memungkinkan berpadunya tujuan pribadi
dan organisasi, sehingga membuat keselarasan tujuan lebih mungkin terjadi. Tetapi, slack yang berlebihan jelas merugikan kepentingan organisasi.
Slack yang berlebihan membuat batas
pengeluaran, kuota
produksi, dan standar kinerja menjadi
tidak
berarti. Masalah slack yang berlebihan dapat diatasi jika manajemen puncak menetapkan prosedur yang efektif untuk tinjauan mendalam
selama proses penyusunan anggaran. Jika tujuan anggaran terlalu mudah untuk dicapai karena adanya slack atau factorfaktor
lain yang ditimbulkan dari partisipasi dalam proses penyusunan anggaran, maka
manfaat motivasional menjadi minimal atau tidak ada sama sekali. Jika di lain
pihak, tujuan dianggarkan terlalu sulit untuk dicapai dan kinerja actual mulai menyimpang
secara tidak menguntungkan dari standar, orang akan mencoba memperbaiki kinerja mereka
pada awalnya. Akan tetapi, jika penyimpangan anggaran menjadi
semakin besar, maka
orang pada akhirnya akan menjadi
kecil hati dan menyerah untuk memperbaiki situasi tersebut. Jelas bahwa bukanlah kepentingan perusahaan untuk membuat orang menjadi begitu
kecil hati. Intinya, anggaran yang terlalu ketat atau terlalu longgar
atau disusun dengan slack yang berlebihan atau tanpa slack sama sekali dapat menciptakan tanggapan
keperilakuan yang berlawanan dengan kepentingan perusahaan.
I. Tahap Implementasi
Setelah
tujuan organisasi ditetapkan,direktur perencanaan mengonsolidasikannnya ke
dalam anggaran formal yang komprehensif. Cetak biru untuk tindakan ditingkat
perusahaan ini kemudian disetujui oleh presiden direktur atau dewan komisaris.
Anggaran tersebut kemudian diimplementasikan melalui komunikasi karyawan kunci
dalam organisasi. Hal ini mengimformasikan kepada mengenai harapan
manajemen,alokasi sumber daya,kuota produksi,dan tenggang waktu.
Untuk
membuat anggaran bekerja,semua karyawan harus belajar untuk melihatnya sebagai
wahana positif untuk tindakan organisasi dan sebagai perbaikan dan bukan
sebagai beban atau senjata manajemen. Mereka harus belajar untuk
mempertimbangkan anggaran sebagai alat perencanaan dan pengendalian aktifitas
organisasi. Tanpa pemahaman,bahkan proses penyusunan anggaran yang palig
canggih secara tekhnis sekalipun dapat menjadi pemborosan bagi dana perusahaan
dan gagal untuk memperbaiki efisiensi operasional.
Pengomunikasian Anggaran
Kontroler
atau direktur perencanaan bertanggung jawab untuk mnimplementasikan anggaran.
Hal ini dapat dicapai dengan mengomunikasikan sasaran operasional yang
disetujui kepada orang-orang di tingkat organisasi yang lebih rendah. Hal ini
kadang kala disebut sebagai “menjual” anggaran kebawah. Banyak masalah
komunikasi yang kompleks dapat berkembang dalam tugas menjual ini karena pesan
tersebut harus dipahami oleh orang yang memiliki latar belakang dan pelatihan
yang beragam serta yang bekerja ditingkatan organisasi yang berbeda. Untuk
menghilangkan beberapa dari masalah potensial,kontroler harus menerjemahkan
sasaran organisasi secara keseluruhan kedalam sasaran yang dapat dipahami bagi
setiap subunit organisasi.
Sasaran tersebut dapat
dikomunikasikan dengan sangat efektif jika dijelaskan secara pribadi dan
dilengkapi dengan pedoman tertulis atau diskusi tindak lanjut informal dengan
subbagian. Yaitu,direktur perencanaan sebaiknya menjelaskan dasar-dasar dari
proses penyusunan anggaran yang menghasilkan jumlah anggaran akhir. Jika
tingkat inflasi, misalnya, harus dipertimbangkan ketika anggaran
disusun,kemudian direktur perencanaan sebaiknya mengidentifikasikan mengapa
tingkat tertentu digunakan. Demikian pula,orang-orang ditingkat bawah sebaiknya
diberitahu mengenai asumsi-asumsi alokasi biaya,prioritas pemasaran,prediksi
ekonomi,dan masalah-masalah lainnya yang diantisipasi oleh perusahaan.
Selain
bertujuan untuk menginformasikan manajer tingkat bawah mengenai tingkat bawah
mengenai tanggung jawab mereka,komunikasi atas sasaran anggaran juga dimaksudkan
untuk menenangkan kepercayaan diri karyawan tingkat bawah. Sebagai contoh,jika
manajemen puncak memiliki keraguan atas kemungkinan mencapai tujuan
organisasi,persepsi ini dapat dengan kurang hati-hati dikominikasikan kepada
bawahan serta mendororng prilaku yang tidak diinginkan. Dengan
demikian,manajemen puncak harus memastikan bahwa tujuan-tujuan realistis telah
ditetapkan. Kemudian manajemen puncak dapat menunjukan keyakinan dalam menyusun
anggaran yang akan menginspirasikan prilaku bawahan yang diinginkan.
Kerja Sama dan Koordinasi
Implementasi
anggaran yang berhasil membutuhkan kerja sama dari orang-orang dengan beraneka
ragam keterampilan dan bakat. Setiap dimensi dari rencana tersebut harus
dijelaskan dengan sangat hati-hati kepada mereka yang bertanggung jawab untuk
mengambil tindakan guna mengembangkan dalam diri mereka suatu persaan akan
keterlibatan dan nilai penting mereka sendiri dalam konteks anggaran
keseluruhan. Hal ini juga memperlihatkan tugas-tugas yang saling berhubungan
yang menyusun seluruh aktivitas organisasi dan mengungkapkan peran yang
dimainkan oleh masing-masing subunit. Direktur perencanaan sebaiknya
mempertimbangkan sepenuhnya bahwa konflik yang muncul dalam kelompok dapat
mengurangi kerja sama antar-subunit. Masalah-masalah ini harus ditangani segera
setelah dideteksi guna menghindari konsekuensi organisasional yang lebih
serius. Direktur
perencanaan sebaiknya juga menyadari sikap dari orang-orang terhadap anggaran
dan proses penyusunan anggaran. Jika anggaran tersebut dianggap rendah oleh
manajemen nonkeuangan,maka kecil kemungkinannya bahwa anggaran tersebut akan
diterima. Hal ini menimbulkan masalah yang besar yang potensial bagi kinerja
organisasi keseluruhan karena subunit organisasi kunci yang tidak bekerja sama
dalam rencana keseluruhanakan merusak koordinasi antar-departemen yang
diharapkan.
Koordinasi
adalah seni menggabungkan secara efektif seluruh sumber daya organisasi. Dari
sudut pandang keperilakuan,hal ini berarti menggabungkan bakat dan kekuatan
dari setiap partisipan organisasi dan membuatnya berjuang untuk mencapai tujuan
yang sama. Untuk melaksanakan ini,pelaksana harus berhasil mengomunikasikan
bahwa bagaimana pekerjaan setiap orang memberikan kontribusi pada pencapaian
tujuan organisasi. Lebih dari itu direktur perencanaan sebaiknya
mengidentifikasikan departemen mana yang bertanggung jawab untuk aspek tertentu
dan pekerjaan yang harus dilakukan,dimana individu-individu dalam departemen
tersebut bertanggung jawab, dan ke mana mereka dapat meminta tujuan.
J. Tahap Pengendalian dan
Evaluasi Kinerja
Tujuan-tujuan
yang dianggarkan jarang dicapai tanpa memantau kemajuan karyawan secara kontinu
terhadap pencapaian tujuan mereka. Dalam tahap pengendalian dan evaluasi
kinerja, kinerja aktual dibandingkan dengan standar yang dianggarkan guna
menentukan bidang-bidang permasalahan dalam organisasi tersebut dan menyarankan
tindakan yang sesuai untuk memperbaiki kinerja yang dibawah standar.
Perbandingan antara biaya aktual dan biaya yang dianggarkan juga akan mengindikasikan
kinerja diatas anggaran.
Laporan-laporan kinerja
Untuk
mempertahankan kendali atas biaya dan untuk menjaga agar karyawan termotivasi
kearah pencapaian sasaran,laporan kinerja sebaiknya disusun dan didistribusikan
paling tidak secara bulanan. Pentingnya komunikasi berkala atas hasil kinerja
telah berulang kali ditunjukan dalam studi-studi empiris. Penerbitan laporan
kinerja yang tepat waktu memiliki dampak mendorong pada moral karyawan.
Kurangnya umpan balik kinerja,penundaan dalam umpan balik,dan jarangnya atau
sporadisnya umpan balik memiliki dampak yang menghilangkan moral dan kinerja.
Juga ditemukan bahwa umpan balik yang meningkat menghasilkan peningkatan dalam
akurasi tugas dan keyakinan serta hubungan baik yang tinggi. Kurangnya umpan
balik disertai dengan rendahnya keyakinan dan permusuhan. Kurangnya umpan balik kinerja
mencegah orang mengetahui tingkat pencapaian nyata dan dapat merugikan tingkat
aspirasi mereka berikutnya. “Tingkat aspirasi” adalah standar yang dikenakan
sendiri yang dituju oleh orang tersebut. Tingkat aspirasi adalah sasaran yang
bahkan jika hampir dicapai mengarah pada perasaan berhasil yang subyektif dan
bila tidak,mengarah pada perasaan yang gagal secara subyektif. Pergeseran dalam
tingkat aspirasi dapat oleh perubahan dalam keyakinan karyawan mengenai
kemampuannya untuk mencapai sasaran kinerja. Hal tersebut telah dibuktikan
secara empiris, misalnya, bahwa keberhasilan di satu bidang biasanya mengarah
pada tingkat aspirasi yang rendah di bidang-bidang lain.
Sumber:
Ikhsan Lubis, Arfan.2017. Akuntansi Keperilakuan: Akuntansi Multiparadigma. Edisi 3.
0 Response to "Rangkuman Akuntansi Keperilakuan BAB 10 Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran"
Post a Comment